Tuesday, August 12, 2008

Tuesday, August 5, 2008

Santainya Rasul SAW dan Para Sahabat Beliau



Suatu ketika datang kepada Rasul saw. seorang wanita tua yang memohon agar didoakan masuk ke surga. Nabi bersabda kepadanya: “Di surga tidak ada orang tua.” Wanita itu menangis, lalu Rasul sambil tersenyum melanjutkan: “Di sana tidak ada orang tua, karena wanita-wanita akan beralih menjadi wanita-wanita cantik dan muda belia.” Rasul kemudian membacakan firman Allah: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka yakni para wanita muslimah penghuni surga dengan penciptaan sempurna, dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya.” (QS. Al-Waqi’ah [56]: 35-37). Wanita tua itupun tersenyum setelah mendengarnya dan didoakan oleh Rasul saw.

Seorang perempuan datang kepada Rasul saw. untuk mengundang beliau bersantap di rumahnya. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai “istri si A”. Nabi bersabda: “Oh... suamimu itu yang ada bintik putih di matanya?” Perempuan tersebut terheran-heran, ‘Tak ada bintih putih di mata suamiku,’ jawabnya serius. “Segeralah kembali untuk melihatnya.” Ucap Nabi... Sang istri bergegas kembali, tetapi sebelum beranjak jauh, Nabi yang kali ini bergurau bersabda: “Semua orang ada bintik putih di matanya...tak usah gelisah...Aku akan datang memenuhi undanganmu”. Demikian Rasul saw. bergurau walau dengan wanita-wanita tetapi gurauan penuh hikmah dan pelajaran.

Shuhaib berkata: “Suatu ketika – saat mataku sakit – aku berkunjung menemui Nabi saw. dan kudapati beliau sedang makan roti dan kurma. Beliau mengajakku makan, maka akupun makan kurma. Nabi bergurau dengan bertanya: “Apakah Engkau makan padahal matamu sakit?” Shuhaib menjawab gurauan beliau dengan berkata: ‘Saya mengunyah dari arah mata yang tidak sakit’.

Aisyah ra. menceritakan bahwa suatu ketika Sauwdah – istri Nabi saw. – berada di kamarku, dan ketika itu juga Rasul bersama kami. Beliau duduk sambil meletakkan satu kakinya di pangkuanku dan yang satu lagi di pangkuan Sauwdah. Aku ketika itu telah mempersiapkan makanan untuk Beliau dan mengajak Sauwdah makan. Tapi ia enggan, maka – kata Aisyah – “Aku mendesaknya makan, atau kalau enggan akan kukotori wajahnya dengan makanan itu.” Namun Sauwdah berkeras untuk tak makan, maka Aisyah mengambil piring yang penuh makan lalu menempelkannya ke wajah Sauwdah. Rasul saw. tertawa melihat kelakuanku, lalu beliau menarik kakinya dan berkata pada Sauwdah: “Balaslah dia”. Sauwdah kemudian mengambil sedikit dari isi piring yang berisi makan itu, lalu meletakkannya di wajahku – kata Aisyah. Semua itu terjadi dengan penuh canda dan Rasul saw. tertawa riang.

Salah satu sahabat Nabi Muhammad saw. yang sangat suka bergurau adalah Nu’aiman. Ia tidak hanya bergurau di depan Nabi saw. tetapi justru bergurau dengan Nabi sendiri. Ia tidak mengunjungi Nabi kecuali “membeli” sesuatu dan membawanya kepada beliau sambil berkata: “Bayarlah!” Nabi saw bertanya: ”Bukankah Engkau menghadiahkannya untukku?” “Saya tidak memiliki uang, sedangkan saya ingin Engkau (makan bersama),” jawabnya. Nabi tertawa lalu memerintahkan membayar harganya.

Suatu ketika Nu’aiman – yang disebut di atas – berangkat bersama Saayyidina Abu Bakar ra. ke Basrah (Irak) dalam suatu perniagaan. Bersama mereka ikut juga Suwaidan, yang bertugas membawa perbekalan. Nau’aiman meminta kepada Suwaidan agar diberi makanan, tetapi Suwaidan enggan karena Abu Bakar sedang tidak di tempat. “Tunggu sampai Abu Bakar datang,” katanya. Nu’aiman yang senang bergurau “mengancam” : Nantikan pembalasanku!” Ia kemudian berkunjung kepada beberapa orang, menawarkan kepada mereka untuk membeli hamba sahayanya dengan harga sangat murah, sambil memberi tahu kelemahannya, yaitu bahwa hamba sahayanya itu sering kali menyatakan dirinya seorang merdeka. Yang ditawari setuju, lalu mereka bersama Nu’aiman menuju ke tempat di mana Suwaidan sedang duduk. Nu’aiman menunjuk kepadanya. Yang ditunjuk tentu saja enggan untuk ikut kepada para pembelinya sambil mengatakan bahwa dirinya bukan hamba sahaya. Si pembeli bersikeras mengikatnya dan berkata: Kami telah mengetahui sifatmu. Engkau suka mengaku seorang yang merdeka.” Untung saja Sayyidina Abu Bakar dating dan menyelesaikan persoalan. Nabi saw yang diberi tahun peristiwa di atas tertawa, bahkan sepanjang tahun dan setiap beliau ingat atau diingatkan tentang peristiwa tersebut Beliau tertawa.

Makhramah bin Naufal – seorang tua berusia 115 tahun lagi disegani oleh penduduk Madinah – suatu ketika berada di mesjid dan hendak membuang air kecil. Tapi karena ia buta, maka kamar kecil tidak ditemukannya. Nau’aiman meliihatnya, lalu mengantar Makhramah ke satu tempat dan mempersilahkan memenuhi hajat sambil meninggalkannya. Tempat tersebut bukanlah kamar kecil sehingga orang tua itu dikecam oleh yang melihatnya. Makhramah kemudian mengetahui bahwa yang mengatarnya ke tempat itu adalah Nu’aiman, yang sengaja ingin bergurau atau mempermainkannya. Maka dia bersumpah akan memukul Nu’aiman dengan tongkatnya. Nu’aiman selalu mengelak. Setelah berselang waktu yang cukup lama dan Makhramah pun telah melupakan kasusnya, Nu’aiman datang lagi kepadanya mengingatkan peristiwa itu sambil berkata: “Engkau ingin memukul Nu’aiman? Itu dia sedang shalat,” padahal yang shalat adalah Utsman bin Affan. Nu’aiman mengatarnya kepada Utsman yang sedang khusyuk shalat, lalu Makhramah memukulnya sehingga terluka. Keluarga Makhramah marah besar terhadap Nu’aiman dan merasa malu terhadap Utsmân ra, tetapi Utsman meminta mereka tidak mengganggu Nu’aiman, apalagi dia adalah salah seorang yang terlibat bersama Nabi dalam perang pertama umat Islam, yakni perang badar.

Suatu ketika sahabat-sahabat Nabi saw. berkata kepada Nu’aiman: “Sudah lama kita tidak makan daging, bagaimana kalai Engkau menyembelih unta pendatang yang berkunjung kepada Rasul itu?” Usul tersebut disambut baik dan dilaksanakan segera oleh Nu’aiman. Ketika pemilik unta mengetahui untanya disembelih dia berteriak memohon bantuan Nabi saw. Beliau bertanya: “Siapa yang melakukannya?” Mereka menyebut: “Nu’aiman.” Salah seorang sahabat menunjuk tempat persembunyian Nu’aiman sambil berkata dengan suara yang jelas: “Saya tidak melihatnya.” Nabi saw. menuju ke tempat yang ditunjuk dan mengeluarkan Nu’aiman. Sambil tersenyum, Nabi bertanya: “Mengapa Engkau melakukannya?” Nu’aiman menjawab: Tanyakanlah kepada orang yang menunjukkan kepadamua tempat persembunyianku.” Nabi tersenyum, lalu memberi ganti rugi kepada pemilik unta dengan jumlah yang sangat memuaskan.
(Dikutip dari buku Yang Ringan Yang Lucu, Quraish Shihab, 2007. Mohon Maaf Pak Quraish, jika publikasi ini tidak berkenan, akan segera dihentikan)